Batas masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden yang tertuang dalam Pasal 169 huruf n UU Nomor 7 tahun 2017 kembali digugat ke Mahkamah Konstitusi. Gugatan tersebut diajukan Rabu 10 Juli 2018 oleh Partai Perindo.
Sekjen Partai Perindo Ahmad Rofiq mengatakan JK masih memiliki potensi untuk menjadi cawapres Jokowi. Itulah salah satu dasar mereka mengajukan permohonan uji materi.
"Yang pertama saya sampaikan bahwa UUD 45 sama UU Pemilu itu ada perbedaan penafsiran. Penafsiran itu adalah UUD 45 itu berturut-turut (mencalonkan diri), yang UU Pemilu berturut-turut dan tidak berturut-turut dan mana yang mau dipakai. Nah ini yang jadi dasar utama bagi Partai Perindo," kata dia.
Jusuf Kalla pun mengajukan diri sebagai pihak terkait dalam uji materi soal masa jabatan wakil presiden tersebut. Dalam proses pengajuan itu, Kalla diwakili kuasa hukumnya Irman Putra Sidin.
"Kami merasa berkewajiban, tanggung jawab konstitusional untuk masuk sebagai pihak terkait bukan karena kepentingan pribadi namun karena kami adalah warga negara yang dianggap paling kredibel untuk pihak terkait dalam perkara ini," kata Irman di Mahkamah Konstitusi, Jumat (20/7/2018).
Aturan tersebut juga pernah digugat oleh seorang warga negara bernama Muhammad Hafidz, Perkumpulan Rakyat Proletar untuk Konstitusi (Perak), serta Federasi Serikat Pekerja Singaperbangsa (FSPS).
Namun, gugatan itu tidak diterima oleh majelis hakim MK. "Dengan ini menyatakan permohonan para pemohon tidak dapat diterima," ucap Ketua Majelis Hakim Anwar Usman di dalam persidangan, di Jakarta, Kamis 28 Juni 2018.
Hakim konstitusi I Dewa Gede Palguna menilai para pemohon tidak memiliki legal standing atau kedudukan hukum.
"Menurut Mahkamah, para pemohon sebagai pembayar pajak tidak serta-merta memiliki kedudukan hukum atau legal standing dalam mengajukan setiap permohonan pengujian undang-undang," ucap Palguna.
Dia menuturkan, para pemohon dapat memiliki kedudukan hukum atau legal standing apabila para pemohon dapat menjelaskan adanya keterkaitan logis, bahwa pelanggaran hak konstitusional dengan berlakunya undang-undang yang diuji ada keterkaitan sebagai statusnya pembayar pajak, memiliki kerugian yang nyata.
"Dengan demikian alasan untuk mengajukan pengujian norma baik berupa pasal, ayat, norma, atau bagian tertentu dari undang-undang termasuk penjelasannya, tidak cukup hanya mendalilkan sebagai pembayar pajak, tanpa terlebih dahulu menjelaskan kerugian konstitusional yang nyata atau potensial," kata Palguna.
Dia menambahkan, para pemohon juga bukanlah orang yang menjabat sebagai presiden atau wapres dalam dua kali masa jabatan yang sama secara tidak berturut-turut.
"Menimbang bahwa tidak ada kerugian konstitusional yang dialami oleh para pemohon, baik yang bersifat aktual ataupun yang berpotensial," ucap Palguna.
Sehingga, masih kata dia, Mahkamah tidak ada keraguan sedikit pun untuk menyatakan para pemohon tidak memiliki legal standing.
"Meskipun Mahkamah berwenang mengadili permohonan a quo, karena para pemohon tidak mempunyai kedudukan hukum untuk bertindak sebagai pemohon, maka pokok permohonan tidak dipertimbangkan," dia memungkasi.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD menjelaskan, aturan ini memang masih bisa digugat karena pada gugatan pertama, hakim menyatakan "tidak dapat diterima" bukan ditolak.
"Tidak dapat diterima karena dia bukan calon presiden atau wakil presiden. Berbeda dengan ditolak. Ini tidak dapat diterima karena dia tidak punya legal standing. Sekarang masih terbuka untuk digugat lagi, masih bisa dilakukan," kata Mahfud kepada Liputan6.com.
Kalo Berita nya Ga lengkap buka link di samping https://www.liputan6.com/news/read/3595357/headline-menanti-putusan-mk-jk-bisa-jadi-wapres-untuk-ketiga-kalinyaBagikan Berita Ini
0 Response to "HEADLINE: Menanti Putusan MK, JK Bisa Jadi Wapres untuk Ketiga Kalinya?"
Post a Comment