:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/2380420/original/044505100_1539224228-WhatsApp_Image_2018-10-11_at_09.10.42.jpeg)
Setiap peristiwa gempa, bisa dipastikan bakal ada istilah baru yang kita dengar. Seperti usai gempa Situbondo, kita jadi ingin tahu lebih lanjut tentang keberadaan sesar Flores yang kerap disebut pakar gempa.
Sesar Naik Flores atau Flores Back Arc Thrust yang dianggap jadi pemicu gempa Situbondo, merupakan struktur geologi yang terbentuk akibat penunjaman Lempeng Indo-Australia terhadap Lempeng Eurasia.
Penunjaman lempeng oleh Lempeng Indo-Australia itu sudah berlangsung sejak lama, sejak ribuan bahkan jutaan tahun lalu. Lempeng Indo-Australia menunjam ke bawah Busur Bali dan Nusa Tenggara (yang berada di Lempeng Eurasia).
"Respons tektonik terhadap penunjaman lempeng ini adalah berupa Patahan Naik Flores yang jalurnya memanjang, mulai dari utara Bali sampai utara Flores," kata Kepala Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Daryono.
Patahan atau sesar sendiri didefinisikan sebagai permukaan yang retak di lapisan kulit bumi sehingga satu blok batuan bergerak relatif terhadap blok lain.
Agung Setianto, dosen Departemen Teknik Geologi UGM mengatakan, Sesar Flores bergerak 28 milimeter per tahun dan lokasinya berada di Laut Flores.
Sesar ini terbentuk dari lempeng Australia yang mendesak Sumba. Pula Sumba pada zaman neogen sekitar 30 juta tahun lalu berada di selatan Makassar. Subduksi muncul, Sumba lepas dan menempel di Benua Australia.
"Kemudian terdesak ke utara lagi dan menimbulkan sesar Flores," ucap Agung.
Menurut dia, penelitian soal sesar Flores tidak sebanyak penelitian perihal gempa di Sumatera. Baru ada satu penelitian tentang sesar Flores yang dilakukan oleh LIPI.
Dia merekomendasikan penelitian soal sesar Flores segera dilakukan, meskipun disadarinya penelitian itu tidak semudah sesar Opak di Bantul.
Menurutnya, lokasi sesar Flores yang berada di laut, membutuhkan biaya besar untuk menelitinya. Berbeda dengan sesar Opak yang mudah diamati hanya dengan memasang GPS. Minimnya data soal sesar Flores juga berimbas pada rekomendasi yang dikeluarkan untuk penanganan gempa Lombok.
"Kalau datanya banyak rekomendasinya bisa mantap, tetapi kalau sedikit, kemungkinan bisa meleset," tutur dia.
Sejarah mencatat, sesar naik Flores pernah memicu gempa-gempa besar sejak ratusan tahun lalu. Gempa tertua yang tercatat bermagnitudo 7, mengguncang Bali dan Nusa Tenggara pada 22 November 1815. Gempa tersebut memicu tsunami.
Gempa selanjutnya yang pernah dipicu oleh sesar tersebut bermagnitudo 7,5, merusak Bima pada 28 November 1836. Selang beberapa bulan, pada 18 Mei 1857, sesar naik Flores memicu gempa bermagnitudo 7.
Gempa tersebut mengguncang Bali dan Nusa Tenggara, serta kembali memicu tsunami. Korban dan kerusakan belum terdokumentasi dengan baik saat itu. Aktivitas sesar itu mulai tercatat setelah Indonesia memiliki seismograf.
Pada 14 Juli 1976, sesar naik Flores memicu gempa bermagnitudo 6,6, yang mengguncang Seirit, Bali. Gempa itu menelan 559 korban jiwa dan merusak 67.419 rumah. Terakhir, sebelum rentetan gempa pada 2018 ini, sesar itu mengguncang Flores pada 12 Desember 1992, yang mengakibatkan 2.500 orang meninggal dunia.
Sementara itu, Sekretaris Ekspedisi Palu-Koro, Jojo Rahardjo mendorong pemerintah untuk tidak ragu berinvestasi di bidang mitigasi bencana. Dia menilai, sosialisasi konsep mitigasi bencana ini masih harus terus digiatkan, karena belum terlihat terbangunnya awareness di kalangan masyarakat dan pemerintah daerah.
Menurut Jojo, wilayah Indonesia merupakan lokasi pertemuan beberapa lempeng tektonik. Yakni Lempeng Indo-Australia, Lempeng Eurasia dan Lempeng Pasifik. Pertemuan dua lempeng itu terjadi di sebelah barat dari ujung utara Sumatera, ke selatan Jawa hingga selatan Kepulauan Lesser Bali dan Nusa Tenggara.
Pertemuan beberapa lempeng tektonik ini menghasilkan beberapa megathrust (gempa besar yang berbahaya) yang merupakan salah satu jenis sumber gempa bumi besar di Indonesia. Mekanismenya adalah sesar naik dan ukurannya sangat besar yang terbentuk dari proses tumbukan antara dua lempeng tektonik.
Megathrust berpotensi menghasilkan gempa bumi dengan kekuatan yang sangat besar. Kita semua sudah melihat itu di Aceh pada 2004. Megathrust dapat menghasilkan gempa besar hingga 9,5 skala magnitudo.
"Selat Sunda adalah salah satu wilayah yang menyimpan megathrust," ucap Jojo.
Dengan semua itu, masih banyak pekerjaan rumah yang harus dilakukan pemerintah terkait banyaknya sesar aktif yang kita punya. Salah satunya memberikan pemahaman kepada publik untuk bisa menerima fakta, bahwa kita hidup dengan bumi yang terus bergerak di bawah sana.
Kalo Berita nya Ga lengkap buka link di samping https://www.liputan6.com/news/read/3665026/headline-gempa-situbondo-setelah-lombok-sesar-flores-bergerak-ke-jawaBagikan Berita Ini
0 Response to "HEADLINE : Gempa Situbondo Setelah Lombok, Sesar Flores Bergerak ke Jawa?"
Post a Comment